Sejarah Karate di Indonesia
Karate masuk di Indonesia bukan dibawa oleh tentara Jepang melainkan
oleh mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang kembali ke tanah air setelah
menyelesaikan pendidikan mereka di Jepang. Pada tahun 1963, beberapa
mahasiswa Indonesia, antara lain: Baud AD Adikusumo (seorang karateka
yang mendapatkan sabuk hitam dari M. Nakayama, JKA Shotokan), Karianto
Djojonegoro, Mochtar Ruskan dan Ottoman Noh, mendirikan Dojo di Jakarta.
Mereka inilah yang mula-mula memperkenalkan karate (aliran Shoto-kan)
di Indonesia, dan selanjutnya mereka membentuk wadah yang mereka namakan
Persatuan Olahraga Karate Indonesia (PORKI) yang diresmikan tanggal 10
Maret 1964 di Jakarta. Baud AD Adikusumo kemudian tercatat sebagai
pelopor seni beladiri Karate di Indonesia dan juga pendiri Indonesia
Karate-DO (INKADO).
Setelah beliau, tercatat nama putra-putra bangsa
Indonesia yang ikut
berjasa mengembangkan berbagai aliran Karate di Indonesia, antara lain:
Sabeth Mukhsin dari aliran Shotokan, pendiri Institut Karate-Do
Indonesia (INKAI) dan Federasi Karate Tradisional Indonesia (FKTI), dan
juga adalah Anton Lesiangi (sama-sama dari aliran Shotokan), pendiri
Lembaga Karate-Do Indonesia/LEMKARI.
Aliran Shotokan adalah yang paling populer di Indonesia. Selain
Shotokan, Indonesia juga memiliki perguruan-perguruan dari aliran lain
yaitu
Wado dibawah asuhan Wado-ryu
Karate-Do Indonesia (WADOKAI) yang didirikan oleh C.A. Taman dan
Kushin-ryu Matsuzaki Karate-Do Indonesia (KKI) yang didirikan oleh
Matsuzaki Horyu. Selain itu juga dikenal Setyo Haryono dan beberapa
tokoh lainnya membawa aliran Goju-ryu, dan Nardi T. Nirwanto dengan
beberapa tokoh lainnya membawa aliran Kyokushin. Aliran Shito-ryu juga
tumbuh di Indonesia dibawah perguruan GABDIKA Shitoryu (dengan tokohnya
Dr. Markus Basuki) dan SHINDOKA (dengan tokohnya Bert Lengkong). Selain
aliran-aliran yang bersumber dari Jepang di atas, ada juga beberapa
aliran Karate di Indonesia yang dikembangkan oleh putra-putra bangsa
Indonesia sendiri, sehingga menjadi independen dan tidak terikat dengan
aturan dari Hombu Dojo (Dojo Pusat) di negeri Jepang.
Disamping ex-mahasiswa-mahasiswa tersebut di atas, orang-orang Jepang
yang datang ke Indonesia dalam rangka usaha telah pula ikut memberikan
warna bagi perkembangan karate di Indonesia. Mereka-mereka
ini antara
lain: Matsusaki (Kushinryu-1966), Ishi (Gojuryu-1969), Hayashi
(Shitoryu-1971) dan Oyama (Kyokushinkai-1967).
Karate ternyata memperoleh banyak penggemar, yang implementasinya
terlihat muncul dari berbagai macam organisasi (Pengurus) karate, dengan
berbagai aliran seperti yang dianut oleh masing-masing pendiri
perguruan. Banyaknya perguruan karate dengan berbagai aliran menyebabkan
terjadinya ketidak cocokan diantara para tokoh tersebut, sehingga
menimbulkan perpecahan di dalam tubuh PORKI. Namun akhirnya dengan
adanya kesepakatan dari para tokoh-tokoh karate untuk kembali bersatu
dalam upaya mengembangkan karate di tanah
air sehingga pada tahun 1972
hasil Kongres ke IV PORKI, terbentuklah satu wadah organisasi karate
yang diberi nama Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia (FORKI).
Sejak FORKI berdiri sampai dengan saat ini kepengurusan di tingkat
Pusat yang dikenal dengan nama Pengurus Besar/PB, organisasi ini telah
dipimpin oleh 6 orang Ketua Umum dan periodisasi kepengurusannyapun
mengalami 3 kali perobahan masa periodisasi yaitu: periode 5 tahun
(ditetapkan pada Kongres tahun 1972 untuk kepengurusan periode tahun
1972 – 1977), periodisasi 3 tahun (ditetapkan pada kongres tahun 1997
untuk kepengurusan periode tahun 1997 – 1980), dan periodisasi 4 tahun
(Berlaku sejak kongres tahun 1980 sampai sekarang).
Adapun mereka-mereka yang pernah menjadi Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal (Umum) FORKI sejak tahun 1972 adalah sbb :
Periode/Masa Bakti |
Ketua Umum |
Sekretaris Jenderal/Umum |
Keterangan |
1972 – 1977 |
Widjojo Suyono |
Otoman Nuh |
Kongres IV PORKI/FORKI 1972 di Jakarta |
1977 – 1980 |
S u m a d i |
Rustam Ibrahim |
Kongres V FORKI 1977 di Jakarta |
1980 – 1984 |
Subhan Djajaatmadja |
G.A. Pesik |
Kongres VI FORKI 1980 di Jakarta |
1984 – 1988 |
R u d i n i |
Adam Saleh |
Kongres VII FORKI 1984 di Bandar Lampung |
1988 – 1992 |
R u d i n i |
G.A. Pesik |
Kongres VIII FORKI 1988 di Jakarta |
1992 – 1996 |
R u d i n i |
G.A. Pesik |
Kongres IX 1992 di Jakarta (Diperpanjang sd 1997) |
1997 – 2001 |
W i r a n t o |
Drs. Hendardji -S,SH. |
Kongres X FORKI 1997 di Caringin Bogor Jawa Barat |
2001 – 2005 |
Luhut B. Pandjaitan, MPA. |
Drs. Hendardji -S,SH. |
Konres XI FORKI 2001 di Jakarta |
2005 – 2009 |
Luhut B. Pandjaitan, MPA. |
Drs. Hendardji -S,SH. |
Kongres XII FORKI 2005 di Jakarta |
PERGURUAN KARATE ANGGOTA FORKI
- AMURA
- BKC (Bandung Karate Club)
- BLACK PANTHER KARATE INDONESIA
- FUNAKOSHI
- GABDIKA SHITORYU INDONESIA (Gabungan Beladiri Karate-Do Shitoryu)
- GOJUKAI (Gojuryu Karate-Do Indonesia)
- GOJU RYU ASS (Gojuryu Association)
- GOKASI (Gojuryu Karate-Do Shinbukan Seluruh Indonesia)
- INKADO (Indonesia Karate-Do)
- INKAI (Institut Karate-Do Indonesia)
- INKANAS (Intitut Karate-Do Nasional)
- KALA HITAM
- KANDAGA PRANA
- KEI SHIN KAN
- KKNSI (Kesatuan Karate-Do Naga Sakti Indonesia)
- KKI (Kushin Ryu M. Karate-Do Indonesia)
- KYOKUSHINKAI (Kyokushinkai Karate-Do Indonesia)
- LEMKARI (Lembaga Karate-Do Indonesia)
- PERKAINDO
- PORBIKAWA
- PORDIBYA
- SHINDOKA
- SHI ROI TE
- TAKO INDONESIA
- WADOKAI (Wadoryu Karate-Do Indonesia)